Situ patenggang is love story
Beberapa
bulan yang lalu, lebih tepatnya sebelum ramadhan tahun lalu tiba, seperti biasa
aku dan keluarga menyempatkan diri untuk nyekar ke makam keluarga dari ayahku.
Walaupun aku beserta keluarga kecil ini menetap di daerah penyangga Ibu Kota,
tetapi aku bmerupakan keturunan Sunda. Memang, ayahku adalah orang Bandung asli
dan mama juga masih keturunan Sunda dari almarhum kakek. Tidak heran jika
selama ini aku menyebut Bandung sebagai kampung halamanku, daerahku juga.
Saat
itu, usai kebiasaan nyekar di makam keluarga di desa Cililin, aku beserta
keluarga memutuskan untuk berlibur sekedar melepas penat. Sambil menyelam minum
air, akhirnya kami memilih Situ Patenggang karena memang tempat wisata ini
tidak jauh dari kampungku tersebut, sehingga tidak memakan banyak waktu untuk
kesana.
Perjalanan
kami dimulai. Kendaraan roda empat kami perlahan melewati titik kemacetan di
jalan kecil menuju tempat wisata hingga mobilku itu semakin mendekat ke kawasan
yang terkenal dengan jalur terjalnya. Benar saja, jalanan yang ada di depan
kami berkelok tajam lebih dari kelokan di daerah Puncak. Pengemudi pun harus
waspada dan konsentrasi pada jalur yang sedang dilalui. Bunyi klakson pun turut
menemani mobil kami sepanjang perjalanan. Hal tersebut dilakukan agar kendaraan
lawan dari arah pulang mengetahui kendaraan yang hendak lewat. Beberapa lama
kami benar-benar dibuat sport jantung. Adrenalin yang luar biasa.
Setelah
melewati perjalanan yang cukup membuat jantung berdebar, kini kami sekeluarga
mendapati pemandangan yang membuat hati berdecak kagum. Kami semua disuguhi
view berupa pemandangan hijau perkebunan teh yang ada di kanan kiri jalan.
Sedikit berliku dan mata ini seakan tidak bisa lepas menatap setiap keindahan
yang diberikan Sang Pencipta. Perlahan, kendaraan kami berhenti di pintu masuk
kawasan wisata. Dengan hanya membayar 20.000/orang kami sekeluarga sudah bisa
berlibur di tempat wisata cantik ini. Mobil kami terus melaju dan berhenti
sejenak untuk berfoto dengan latar perkebunan teh yang dikejauhan terlihat
Pulau Asmara dan Batu Cinta.
Panorama Situ
Patenggang benar-benar membuat terpikat. Sebuah tempat wisata yang berlokasi di
Selatan Bandung dengan pemandangan berupa perkebunan teh Rancabali dan danau
yang biasa disebut sebagai Pulau Asmara. Di tengah danau ada sebuah batu besar
yang dinamakan Batu Cinta. Menurut legenda, Situ Patenggang berawal dari kisah
cinta antara Dewi Rengganis dan Ki Santang. Mereka terpisah selama beberapa
waktu, hingga akhirnya mereka dipertemukan di Situ ini. Hingga sekarang Batu
Cinta dianggap masyarakat jika setiap pasangan datang ke Batu Cinta dan
mengukir nama mereka, maka cinta keduanya akan abadi. Situ Patenggang
is a love story.
Selama
di kawasan wisata ini, kami sekeluarga menempati sebuah saung yang langsung
memperlihatkan view danau cantik tersebut. Aku dan keluarga makan siang bersama
di saung tersebut. Karena cuaca saat itu tengah hujan, aku akhirnya memesan
secangkir kopi untuk menghangatkan tubuh. Sebenarnya aku ingin menggapai Batu Cinta
menggunakan perahu sewa yang ada di tepi danau, sayang lagi-lagi cuaca sedang
tidak bersahabat.
Perjalananku
ke Situ Patenggang benar-benar memberikan kesan tersendiri. Bukan hanya karena
pemandangannya tetapi juga legenda cinta yang melekat di hati. Situ Patenggang
adalah kisah cinta abadi. Situ Patenggang is a love story.