Sabtu, 06 Januari 2018

Situ patenggang is love story

            Beberapa bulan yang lalu, lebih tepatnya sebelum ramadhan tahun lalu tiba, seperti biasa aku dan keluarga menyempatkan diri untuk nyekar ke makam keluarga dari ayahku. Walaupun aku beserta keluarga kecil ini menetap di daerah penyangga Ibu Kota, tetapi aku bmerupakan keturunan Sunda. Memang, ayahku adalah orang Bandung asli dan mama juga masih keturunan Sunda dari almarhum kakek. Tidak heran jika selama ini aku menyebut Bandung sebagai kampung halamanku, daerahku juga.
            Saat itu, usai kebiasaan nyekar di makam keluarga di desa Cililin, aku beserta keluarga memutuskan untuk berlibur sekedar melepas penat. Sambil menyelam minum air, akhirnya kami memilih Situ Patenggang karena memang tempat wisata ini tidak jauh dari kampungku tersebut, sehingga tidak memakan banyak waktu untuk kesana.
            Perjalanan kami dimulai. Kendaraan roda empat kami perlahan melewati titik kemacetan di jalan kecil menuju tempat wisata hingga mobilku itu semakin mendekat ke kawasan yang terkenal dengan jalur terjalnya. Benar saja, jalanan yang ada di depan kami berkelok tajam lebih dari kelokan di daerah Puncak. Pengemudi pun harus waspada dan konsentrasi pada jalur yang sedang dilalui. Bunyi klakson pun turut menemani mobil kami sepanjang perjalanan. Hal tersebut dilakukan agar kendaraan lawan dari arah pulang mengetahui kendaraan yang hendak lewat. Beberapa lama kami benar-benar dibuat sport jantung. Adrenalin yang luar biasa.
            Setelah melewati perjalanan yang cukup membuat jantung berdebar, kini kami sekeluarga mendapati pemandangan yang membuat hati berdecak kagum. Kami semua disuguhi view berupa pemandangan hijau perkebunan teh yang ada di kanan kiri jalan. Sedikit berliku dan mata ini seakan tidak bisa lepas menatap setiap keindahan yang diberikan Sang Pencipta. Perlahan, kendaraan kami berhenti di pintu masuk kawasan wisata. Dengan hanya membayar 20.000/orang kami sekeluarga sudah bisa berlibur di tempat wisata cantik ini. Mobil kami terus melaju dan berhenti sejenak untuk berfoto dengan latar perkebunan teh yang dikejauhan terlihat Pulau Asmara dan Batu Cinta.



Panorama Situ Patenggang benar-benar membuat terpikat. Sebuah tempat wisata yang berlokasi di Selatan Bandung dengan pemandangan berupa perkebunan teh Rancabali dan danau yang biasa disebut sebagai Pulau Asmara. Di tengah danau ada sebuah batu besar yang dinamakan Batu Cinta. Menurut legenda, Situ Patenggang berawal dari kisah cinta antara Dewi Rengganis dan Ki Santang. Mereka terpisah selama beberapa waktu, hingga akhirnya mereka dipertemukan di Situ ini. Hingga sekarang Batu Cinta dianggap masyarakat jika setiap pasangan datang ke Batu Cinta dan mengukir nama mereka, maka cinta keduanya akan abadi. Situ Patenggang is a love story.
            Selama di kawasan wisata ini, kami sekeluarga menempati sebuah saung yang langsung memperlihatkan view danau cantik tersebut. Aku dan keluarga makan siang bersama di saung tersebut. Karena cuaca saat itu tengah hujan, aku akhirnya memesan secangkir kopi untuk menghangatkan tubuh. Sebenarnya aku ingin menggapai Batu Cinta menggunakan perahu sewa yang ada di tepi danau, sayang lagi-lagi cuaca sedang tidak bersahabat.




            Perjalananku ke Situ Patenggang benar-benar memberikan kesan tersendiri. Bukan hanya karena pemandangannya tetapi juga legenda cinta yang melekat di hati. Situ Patenggang adalah kisah cinta abadi. Situ Patenggang is a love story.

1 komentar: