Rabu, 09 November 2016



Lilin

                Langit sore tampak gelap. Awan-awan yang tadi berwarna putih mulai tersingkir menjadi hitam yang tersebar di mana-mana. Kilatan cahaya menyeramkan juga muncul, disusul gemuruh nyaring di angkasa. Kemudian awan kelabu itu menangis hebat. Hujun pun turun deras.
            Gadis itu menatap jendela besar yang ada di sisi kiri tempat tidurnya. Menampakkan keadaan di luar yang menyeramkan. Jendela itu belum sempat tertutup gorden, karena gadis itu baru saja selesai membersihkan tubuhnya dan saat ia memasuki kamar, ia baru sadar dengan kaedaan itu.
            Gadis itu hanya dapat duduk meringkuk. Ia memeluk kedua kakinya. Dagunya ia tempelkan di lutut. Kedua matanya ia pejamkan erat. Rambutnya yang berponi turut menutupi alisnya. Gadis itu sangat gelisah. Sekilat bayangan kelam mulai menghantui dirinya.
            Hujan semakin deras saja. Tiupan angin yang kencang seolah mampu merobohkan pepohonan. Lalu suara petir terdengar dahsyat, seperti menyambar bumi. Sedetik kemudian pun lampu padam.
            “Tante……..” gadis itu berteriak.
            Ruang tidur yang tadi terang, kini menjadi gelap. Tidak terlihat apapun. Tidak ada seorangpun selain dirinya di kamar itu. Ruangan yang gelap membawanya kembali pada masa lalu. Otaknya seperti pita kaset yang sedang diputar mundur. Gadis itu melihat kisah itu lagi. Sebuah kisah hidupnya yang membuatnya trauma seperti ini. Rasa sepi kian menjuluri tubuhnya. Gadis itu semakin erat memeluk kedua kakinya.
            Tiba-tiba pintu kamar terbuka. “Renata.” Suara lembut menyapa dalam kegelapan.
            Gadis itu perlahan membuka kedua matanya. Ia mengerjapkan mata, mencari sosok itu. Ia menemukan perempuan itu di hadapannya. Menatapnya cemas.
            “Tante, Renata takut. Tante Nilam di sini aja. Tante jangan kemana-mana,” ucapnya dengan suara bergetar. Wajahnya masih menampakkan rasa trauma.
            “Iya sayang. Tante ada di sini untuk kamu,” ucapnya lembut. Perempuan itu langsung memeluk gadis itu. Membawanya dalam dekapannya agar lebih tenang.
            Tante Nilam. Seseorang yang hanya Renata miliki setelah kedua orang tuanya telah tiada karena kisah mengerikan itu. Selama ini, Renata diasuh oleh Tante Nilam, adik dari ibunya.

v   

            Gadis berponi itu menatap kalender meja di atas meja belajarnya. Tatapannya terpaku pada tanggal yang ia lingkari dengan warna merah. Tepat pada hari ini, tanggal itu, hari ulang tahunnya.
            Rasanya sudah lama sekali ia tidak lagi merayakan ulang tahun. Semenjak kejadian itu, ia takut akan semua hal tentang ulang tahun. Ia takut dengan kue juga lilin. Ya, lilin itu yang membuatnya trauma.
            Sepuluh tahun lalu, saat usianya menginjak tujuh tahun, kejadian itu terjadi. Pada hari ulang tahunnya, kedua orangtuanya memberinya kue ulang tahun lengkap dengan lilin kecil di atasnya. Awalnya semua berjalan manis, kue ulang tahun yang cantik, lagu dan tepukan selamat ulang tahun, juga beberapa kado yang dibungkus indah. Tetapi tiba-tiba lampu padam. Ruangan menjadi gelap. Pesta terhenti. Mama bergegas mengambil sebatang lilin dan menyalakannya. Ia menyuruh gadis kecil itu tidur dan menaruh lilin itu di sisi kiri tempat tidur, di atas meja. Api hangat itu bergoyang ke kanan dan kiri, lalu merambat ke gorden berwarna pink yang letaknya sangat dekat dengan api. Api kian membesar. Gadis kecil itu terbangun, ia melihat api menjadi ganas, memakan seisi ruangan. Napas gadis kecil itu terasa sesak, terlalu banyak asap yang ia hirup. Sosok Papa menghampiri. Ia menggendong gadis itu dan membawanya keluar rumah. Namun Papa kembali ke dalam menyelamatkan Mama yang masih terjebak di rumah. Sayangnya, api sudah semakin membesar. Papa dan Mama terjebak di dalam rumah, dan naas, Papa dan Mama tidak dapat diselamatkan.
            Renata mendesah pelan. “Seandainya Papa dan Mama masih ada. Seandainya Papa dan Mama bias melihatku di hari ulang tahunku yang ke-17 tahun,” ucapnya lirih. Setetes air mata terjatuh. Gadis itu segera menghapusnya, lalu beranjak meninggalkan kamar.
           
v   

                “Renataaaaa.”
            Gadis itu baru saja mendudukkan tubuhnya di bangku ketika dua remaja menyambutnya dengan teriakan heboh.
            “Yaampun. Kalian apaan sih,” ucapnya datar.
            Happy Birthday Renata.” Gadis-gadis itu mengucapkan selamat kepada Renata. Mereka memberi selamat.
            Remaja itu tersenyum manis. “Thanks ya, kalian sudah selalu ada untukku,” jawabnya lembut.
            “Oh iya Re, kamu dapat undangan nih.” Ucap gadis berambut sebahu itu.
            “Dari siapa?” tanya Renata. Gadis itu menaikkan sebelah alisnya.
            Gadis berambut sebahu itu menopang dagu di atas meja Renata. “Mmmm mau tahu aja, atau mau tahu banget?” ucapnya membuat Renata penasaran. Ia malah menggoda temannya yang sedang berulang tahun itu.
            Renata mencemberutkan bibirnya. Memasang wajah bt. “Cepetan Amel. Ada undangan apa? Siapa yang undang? Jangan biasa membuat aku penasaran deh.”
            Amel terkekeh. Gadis itu memang paling senang melihat teman-temannya penasaran. “Oke, Amel kasih tahu.” Ucapan gadis itu terhenti. Ia menatap wajah temannya yang tak sabar menunggu jawaban. “Kamu dapat undangan dari Restu. Restu akan mengadakan acara ulang tahunnya yang ke-17 di café gaul. Cieee Renata,” ucapnya seraya tertawa kecil.
            Renata tersenyum malu. Rona mukanya tiba-tiba berubah menjadi merah muda, setiap mengingat cowok itu.
            Restu. Cowok berpostur tubuh tinggi, tegap, kulitnya sawo matang, membuat beberapa remaja menyukainya. Termasuk Renata, gadis cantik dengan potongan rambut poninya. Cowok itu memang memiliki tanggal lahir yang tidak jauh dari Renata. Hanya berbeda satu minggu saja. Restu juga temannya dari SMP. Ia juga tahu tentang gadis itu, termasuk trauma yang dialami Renata.
            Amel menepuk pelan pundak Renata. “Ciee yang mikirin Restu,” ledek gadis itu, ceria.
            Renata tersadar dari lamunannya. Ia menatap dengan pandangan sedih. “Tapi aku takut. Kamu kan tahu aku trauma dengan itu semua. Kue, lilin, juga kegelapan pesta.” Gadis itu berbicara dengan suara bergetar. Mengingat lagi masa lalunya.
            “Kamu nggak boleh gitu Renata. Kamu harus bisa melupakan trauma itu. Aku yakin kamu bisa. Kejadian di masa lalu kamu itu sudah takdir Allah. Jadi kamu harus melawan rasa takut itu ya.” Gadis berhijab itu menguatkannya. Memberinya nasehat.
            “Makasih Aisyah. Aku akan coba untuk nggak takut,” jawabnya pada gadis berhijab itu.
            “Kita sayang Renata.” Ucap kedua gadis itu, seraya memeluk sahabatnya erat.

v   
Remaja berponi itu menatap café tersebut ragu. Kakinya terasa berat untuk melangkah ke dalam.
Aisyah menatap sahabatnya perihatin. “Kenapa berhenti Re? Ayo masuk,” ajaknya sambil menarik lengan gadis itu.
“Tapi…” gadis itu masih saja bimbang.
“Restu sudah nunggu di dalam tuh,” ceplos Amel. Ia selalu punya cara untuk membuat Renata tertawa.
Gadis itu tersenyum. Ia akhirnya melangkah masuk. Gadis itu mengamati seisi ruangan. Café dengan dinding berwarna coklat bercampur krem, terlihat hangat. Namun entah kenapa ia malah tidak nyaman. Rasa khawatir kembali lagi.
Restu berdiri di tengah ruangan. Cowok itu mengenakan jeans, sepatu kulit berwarna coklat, dan atasannya baju lengan panjang dengan motif garis putih coklat. Cowok itu menatap jam yang melingkari pergelangan tangannya, menunggu seseorang.
Renata, Aisyah, dan Amel menghampiri cowok itu. Renata mematung di hadapan cowok manis itu. Tatapannya seolah tak berkedip. Namun secepatnya ia tersadar. Gadis itu pun memberikan sebuah kotak kado berukuran sedang. Aisyah dan Amel juga memberikan kado kepada cowok itu.
Happy birthday Restu,” ucap Renata, lembut. Gadis itu menjabatkan tangannya. Mengucapkan selamat kepada cowok yang berdiri di hadapannya.
Thanks ya Re. oh iya, aku ada kado untuk kamu,” ucap cowok itu.
“Oh ya? Mana?” balas Renata dengan wajah merona. Bibirnya menyunggingkan senyum.
“Tunggu sebentar,” jawabnya singkat.
Tiba-tiba lampu padam. Tidak terlihat apapun di dalam ruangan. Gadis itu panik. Ia berusaha mencari teman-temannya.
“Amel, Aisyah? Kalian di mana?” suaranya terdengar panik.
“Tenang Renata, ada aku di sini.” Restu berusaha menenangkannya. Cowok itu menggenggam jemari gadis tersebut.
Renata menitikan air mata. “Restu. Aku takut,” ucapnya lirih.
“Kamu nggak perlu takut. Aku akan selalu menemani kamu,” jawab Restu, tegas.
“Maksud kamu?”
Lampu kembali hidup. Renata dapat melihat semuanya. Tiba-tiba ia dan Restu sudah ada di tengah kerumunan teman-temannya. Ia masih shock dengan kejadian barusan. Sekarang ia bingung kenapa semua temannya menatapnya.
Cowok itu menatap gadis di hadapannya. “Kamu mau tahu nggak kado dari aku apa?” tanyanya seraya menyunggingkan senyum.
Renata hanya mengangguk.
“Kamu lihat ke sana,” ucapnya seraya menunjuk ke sebuah lantai.
Gadis itu menatap lantai tersebut. Ia mengerjapkan matanya. Bagaikan mimpi. Kini jantungnya terasa berdebar lebih kencang. Rangkaian tulisan I love you yang terbuat dari lillin-lilin.
“Maukah kamu menjadi pacar aku? Aku akan selalu setia bersama kamu,” ucap cowok itu tiba-tiba. Ia menanti penuh harap.
“Apa kamu nggak malu dengan traumaku itu?” tanya Renata. Ia menimbang-nimbang. Gadis itu malu dengan sikap anehnya.
“Aku nggak malu. Aku sayang kamu,” jawabnya pasti. “Gimana?” tanyanya sekali lagi.
Renata mengangguk. “Ya, aku mau jadi pacar kamu,” ucapnya pelan. Rasa haru menyelimuti hatinya.

Restu memeluk gadis itu erat. “Jangan takut Renata. Aku akan membantumu melupakan trauma itu,” ucapnya meyakini gadis yang ia sayang.


Minggu, 06 November 2016

                 
ralali B2B Market Place #ralalib2bmarketplace #sumpahpemuda


                           Kuliner is never end

        Dalam kehidupan sehari-hari manusia tentu membutuhkan makanan dan minuman. Makanan merupakan pangan yang diperlukan setiap hari, dan jika tidak dipenuhi maka akan berakibat fatal. Makanan dan minuman juga digunakan sebagai sumber tenaga untuk beraktivitas.
        Indonesia memiliki bermacam-macam suku dengan budaya yang berbeda-beda. Antara satu daerah dengan daerah lain memiliki ciri khas masing-masing. Hal ini yang membuat kuliner di Indonesia beraneka ragam. Ada banyak sekali makanan khas tiap daerah yang menjadi buruan para pecinta kuliner, sebut saja Yogyakarta dengan gudegnya, Makassar dengan coto Makassarnya, Padang dengan sate Padang, ataupun Jakarta dengan olahan gabus pucungnya. Semua kuliner nusantara yang kaya akan rempah-rempah tersebut dapat membuat lidah bergoyang.
        Tidak hanya itu, beragam jajanan ringan makin banyak bermunculan. Biasanya jajanan ini banyak dijumpai di sekolah-sekolah. Harganya pun sangat ramah di kantong dan rasanya yang lezat. Seperti siomay, batagor, cilok, rujak, cireng dan masih banyak lagi. Ada juga kue tradisional seperti lumpia, pastel, lopis, surabi, kue cincin, kue donat, ketan, dan lain-lain. Tentu saja tidak lengkap jika tanpa minuman. Seperti makanan, minuman pun beraneka ragam dan menyegarkan. Mulai dari es doger, es cincau, es selendang mayang, es pisang hijau, es capuccinp dan lain-lain.
        Dengan makin bervariasinya kuliner, membuat usaha kuliner bergerak maju. Saat ini remaja lebih senang hangout di café. Selain karena tempatnya homy, juga jajanan yang ditawarkan kekinian, enak, dan cukup irit di saku. Tidak heran jika banyak café dan restoran menjamur di mana-mana. Karena kuliner is never end.
        Menjadi pengusaha kuliner adalah salah satu pilihan yang tepat dan menguntungkan. Karena dengan menjadi pengusaha, berarti telah menjadi bos untuk diri sendiri. Berdiri di bawah kaki sendiri. Menjadi pengusaha berarti siap untuk membaca dan melihat pasar, siap untuk berinovatif, dan siap untuk tetap tekun dan tidak patah arang.
        Memulai usaha di usia muda sangat bermanfaat. Karena pada usia muda, seseorang masih memiliki semangat yang tinggi dan lebih terfokus untuk mengembangkan bisnis. Ada beberapa cara untuk memperkenalkan dan menarik konsumen, bisa dengan mulut ke mulut, brosur, atau yang sedang tren sekarang adalah melalui social media. Dengan tetap memerhatikan tempat, sasaran, strategi yang pas, usaha yang dijalankan akan lebih mudah berkembang. Jadi, tidak ada kata takut dalam berbisnis dan marilah memulai usaha di usia muda.


+Ralalicom - Online B2B Platform

Sabtu, 05 November 2016