Pangeran
dari mimpi
“Aura bangunnn.” Begitulah teriakan
mama setiap pagi. Terdengar ke seantero kamar tidur gadis itu.
Gadis itu terhenyak. Ia langsung
bangun dari posisi tidurnya. “Hah, ada apa Ma? Ada cowok tampan itu ya. Di mana
Ma,” ucapnya sambil mengitarkan pandangannya ke seisi ruangan.
Mama membuka mulutnya. Bersiap-siap
memberikan ceramah pagi. “Kamu ini, bangun. Kok malah cariin cowok. Ayo, cepat
bangun. Sudah jam berapa sekarang. Kamu selalu aja telat.” Lagi-lagi perempuan
itu terpaksa mengomel.
Dengan tingkah polosnya, remaja itu
malah mengambil jam weker berbentuk gitar yang ada di meja kecil sebelah tempat
tidurnya. Ia mengerjapkan mata. “Wah sudah jam enam ya. Aku telat lagi dong.”
Ia mendesah. Merasa bersalah. “Tapi Ma, beneran deh. Semalam aku sudah atur alarm jam lima pagi kok. Pasti ini
karena aku mimpi cowok itu.” Gadis itu bercerita panjang lebar.
Mama menggelengkan kepala. Ia lelah
berhadapan dengan kelakuan anak gadisnya itu. “Kamu, sukanya ngeles terus
seperti bajaj. Mimpi kok jadi alasan,” jawabnya kesal.
“Tapi Ma, beneran deh,” balas Aura
masih bersikeras bahwa ia tidak bohong. Ia menatap mata mama.
Mama berkacak pinggang. “Auraaaa.”
“I…iya Ma.” Gadis itu tersentak. Ia
bangkit dari kasurnya, lalu melangkah secepat kilat menuju kamar mandi.
v
Matahari mengumpat malu. Bersembunyi
di balik awan yang bergelantungan di langit pagi. Udara dingin mulai berhembus
pelan. Perlahan rintik gerimis membasahi bumi.
Aura mempercepat langkahnya. Seragam
yang ia kenakan terasa dingin karena gerimis kecil tersebut. Sudah lama gadis
itu berjalan, namun entah kenapa ia belum juga sampai. Padahal jarak rumah dan
sekolah cukup dekat.
Gadis itu berjalan pelan.
“Seandaikan ini adalah drama Korea. Mungkin disaat gerimis seperti ini, akan
ada seorang cowok tampan yang datang menghampiriku dengan payung. Oh, oppa,” gumamnya dengan wajah mengadah
menatap langit.
Tiba-tiba suara motor terdengar dari
belakang gadis itu. Sebuah motor besar lewat di sampingnya. Tanpa sengaja
mencipratkan genangan air di jalan itu.
“Hei, hati-hati,” bentak Aura. Ia
terus memerhatikan pengendara yang juga masuk ke sekolahnya. Memang ia tidak
dapat melihat betul wajah cowok itu, ia hanya melihat gayanya yang sok cool dengan earphone merah di telinganya. Yang pasti adalah sekarang seragam
putihnya kotor.
Aura mendengus kesal. Ia bergegas
masuk ke dalam kelasnya. Seperti biasa, di sana sudah ada sahabatnya yang sudah
menunggu kedatangannya.
“Hei, pagi Ra,” sapa cewek berambut
ikal itu.
“Pagi Mi,” balas Aura. Ia menaruh
tasnya di bangku. Wajahnya masih masam.
“Kamu kenapa kesal gitu?” tanya
sahabatnya.
“Ada sesuatu yang buat aku bt
banget. Kamu sendiri kenapa tersenyum gitu?” Aura menaikkan sebelah alisnya.
“Di SMA kita nanti akan kedatangan
murid baru yang tampan. Dengar-dengar sih mirip aktor Korea,” ucap gadis itu,
bersemangat.
“Apa? Korea, oppa. Ya ampun semalam aku mimpi bertemu pangeran. Aku sih nggak
ingat wajahnya seperti apa, yang pasti style
dan bentuk tubuhnya mirip sama Lee Min Hoo.” Aura bercerita dengan mata
berbinar.
“Are
you serious? Wah pangeran dari mimpi dong,” ceplos cewek itu.
“Tapi sayang gara-gara dia, aku jadi
telat bangun. Mama marah lagi karena aku telat. Tadi juga di jalan gerimis, bukannya
seperti drama Korea, malah aku terkena cipratan air kotor sama motor cowok.”
Aura menggerutu kesal. “Sudah masuk, nanti kita sambung lagi Naomi.”
v
Bel sekolah berbunyi. Pertanda waktu
pulang. Satu persatu siswa keluar dari kelas. Seperti biasa, Naomi dan Aura
berpisah di depan kelas.
“Sampai jumpa besok,” ucap Naomi,
lalu berjalan dengan semangat.
Gadis berambut lurus itu kemudian
berbalik. Untuk ke sekian kalinya ia pulang sendiri. Begitu memang nasib
jomblo. Baru saja beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba ada seseorang yang
menyenggolnya.
Bug.
“Aduh,” ucap Aura pelan. Gadis itu
dan bukunya terjatuh.
“Sorry,
kamu nggak kenapa-kenapa kan?” tanya cowok yang berdiri di hadapan gadis itu.
Ia mengulurkan tangan.
Perlahan Aura mengangkat wajahnya.
Matanya terpaku menatap cowok di hadapannya saat ini. “Oh ya, aku nggak apa
kok.” Aura bergegas berdiri. Rasanya ia mengenal cowok itu. Seperti pernah
bertemu. Cowok itu seperti…. “Lee Min Hoo,” ucapnya dalam hati.
“Maaf ya soal barusan,” ucap cowok tampan
itu.
“Iya. Hmm, kamu anak baru ya? Aku
nggak pernah melihat kamu sebelumnya,” tanya gadis itu.
“Aku anak baru di SMA ini. Aku di
kelas 2 IPS. Namaku Rafa, nama kamu?” tanya cowok dengan gaya ala Korea. Ia
tersenyum kepada cewek itu.
Melihat senyum itu, membuat Aura
ikut tersenyum. Ada perasaan aneh di hatinya. “Aku Aura.”
“Oke kalau begitu, sebagai tanda
maaf, kamu aku antar pulang ya,” ajak Rafa.
Bukannya menolak, entah kenapa ia
malah mengangguk, pertanda setuju.
Kedua remaja itu berjalan menuju
tempat parkir motor. Cowok berwajah Korea tersebut menaiki motor besar miliknya.
Aura terdiam. Ia menggelengkan
kepala. “Jadi kamu yang tadi pagi cipratin air kotor ke aku.”
Rafa mengerutkan kening. “Ah
sebentar, ya aku ingat tadi pagi aku memang melewati genangan air. Oh jadi itu
terkena kamu. Wah, aku minta maaf ya.” Cowok dengan jaket bulu ala Korea itu
merasa bersalah.
Cewek berambut lurus itu mendesah.
“Hmm, baiklah,” jawabnya. Ia mengalah.
“Ayo Aura, cepat naik,” perintah
Rafa.
Langit mulai terlihat gelap. Gerimis
kecil berjatuhan dan angin yang terasa menusuk tulang berhembus. Sepertinya
hujan lebat akan terjadi.
Tidak ada pilihan lain, ia akhirnya
ikut naik motor Rafa.
Cowok itu pun melajukan mogenya.
Hati Rafa berdebar lebih kencang. “Rasanya ia seperti…. Putri mimpiku.” Rafa
berucap dalam hati.
Angin di luar bukan hanya
menyejukkan kulit, tapi juga menyejukkan hati. Berada dekat dengan cowok itu
sangat nyaman. Bukan hanya pertemuan tadi pagi saja, rasanya ia seperti…
pangeran mimpiku. Mungkinkah?
v
Tempat yang indah sekali. Rerumputan
hijau tumbuh di permukaan tanah. Bunga-bunga bermekaran di sekeliling. Terlihat
penuh warna dan memanjakan mata. Di salah satu sisi terdapat jalan setapak yang
langsung mengarah kepada sepasang ayunan berwarna putih di sana. Sungguh,
benar-benar taman yang cantik.
Aura, gadis itu mendekat. Ia masih
terpaku menatap keindahan seperti negeri dongeng. Ia juga mengenakan gaun
berwarna putih dan sepatu kaca. Lalu tiba-tiba ada seseorang yang menarik
lengannya. Mengajaknya berlari kecil di sekitar taman. Dengan cerianya ia pun
ikut berlari di sisi cowok tersebut. Cowok dengan jas putih yang ia kenakan.
Memiliki postur tubuh seperti Lee Min Hoo. Ya, dialah pangeran dari mimpi.
Gadis berambut lurus itu selalu
tersenyum jika mengingat tentang mimpi itu beberapa malam ini. Akankah pangeran
itu muncul dalam dunia nyata? Mungkinkah ia adalah… Rafa, murid baru itu? Ah,
rasanya bukan. Aura menggeleng, melupakan khayalannya sejenak.
Aura melangkah penuh semangat. Ia
tidak sabar ingin secepatnya menceritakan semua tentang mimpinya, juga tentang
Rafa pada Naomi, sahabatnya. Ia terus berjalan, melewati lorong kelas, lalu
berbelok menuju ruang kelasnya. Namun tiba-tiba gadis itu mematung, langkah kakinya
terhenti.
“Naomi, Rafa,” ucapnya pelan.
Naomi dan Rafa, kedua remaja itu sedang
berbincang di luar kelas. Dengan santai mereka bercerita. Sesekali Naomi
tertawa lepas di hadapan cowok itu. Wajah Naomi terlihat sangat bahagia saat
itu. Melihat interaksi antara Naomi dan Rafa, rasanya mungkin mereka sudah
mengenal sejak lama.
Melihat mereka dengan wajah bahagia,
membuat Aura terpukul. Entah kenapa, hatinya terasa sakit. Kebahagiaan Aura
untuk menceritakan semua tentang Rafa lenyap. “Jangan-jangan Naomi…” gumamnya
Gadis berambut ikal itu menengok.
Menatap Aura bingung. Sahabatnya hanya berdiri tanpa menyapa. “Hai, Aura,”
panggil Naomi.
Aura terkejut. Ia melangkah mundur.
Berbalik badan, lalu pergi menjauh dari mereka.
“Lho, Aura kenapa ya?” ucap Naomi
dengan wajah bingung. Tak mengerti dengan sikap temannya.
v
Suara bel sudah terdengar. Semua
murid beristirahat. Ada yang ke kantin mengisi perut yang terasa lapar, ada
juga yang duduk di taman sambil berbincang bersama teman.
Aura bergegas keluar kelas. Ia
berjalan seorang diri, berlalu begitu saja meninggalkan sahabatnya, Naomi.
Naomi mengikuti temannya itu pergi.
Ia pun ikut berhenti ketika Aura berhenti. Aura mendudukkan tubuhnya di bangku
taman.
Gadis berambut ikal itu mendudukkan
tubuhnya tepat di samping Aura. “Ra, kamu kenapa sih? Dari awal masuk kamu
menjauh terus dari aku.”
Aura tidak menjawab. Ia terus diam
seribu bahasa. Wajahnya masih cemberut.
“Oiya aku mau mengenalkan kamu
kepada cowok. Namanya Rafa,” ucap Naomi.
Mendengar nama Rafa, Aura menoleh.
“Aku sudah tahu. Kamu suka kan sama Rafa.” Nada suara Aura terdengar kesal.
Naomi menaikkan sebelah alisnya.
“Kamu kenapa Ra?” tanyanya bingung. Ia memutar matanya. “Hmm sebentar-sebentar,
kamu sudah kenal Rafa ya? Kamu cemburu ya?” tebak Naomi.
“Cemburu? Nggak mungkin,” jawabnya,
menutupi perasaannya.
“Sudah nggak usah malu begitu. Kamu
suka kan sama Rafa,” ledek Naomi. “Kamu tenang aja, Rafa itu sepupu aku. Aku
juga kaget tadi pagi ternyata dia ada di sekolah dan ternyata Rafa adalah murid
baru itu,” jelasnya.
“Benarkah?” tanya Aura lagi.
Senyumnya mengembang.
Naomi tersenyum. “Iya serius. Aku
juga sudah cerita kepada Rafa soal mimpimu tentang pangeran Korea itu. Mungkin
pangeran itu adalah Rafa.”
“Naomiii,” teriak Aura. Ia
mencemberutkan bibirnya.
“Iya, Naomi sudah cerita semuanya.
Jadi benarkah kamu bermimpi tentang cowok ala Korea dan dia mirip aku?”
Tiba-tiba Rafa sudah berdiri di samping Aura.
Aura masih diam. Wajahnya menunduk.
Ia merasa malu pada cowok yang kini berdiri di dekatnya.
Rafa menarik napas. Ia menerbitkan
senyum. “Nggak apa kok Aura. Kalau begitu berarti selama ini kamu adalah putri
mimpiku,” ucap cowok itu.
Aura menatap mata Rafa. “Hah,
maksudnya?” Ia tampak tidak mengerti.
Rafa tertawa kecil. “Jadi selama ini
aku juga bermimpi bertemu seorang putri yang mirip dengan kamu. Kalau begitu,
kamu adalah putri mimpiku,” jelas Rafa.
Jantung Aura semakin berdetak
kencang. Mungkin ini yang dinamakan jatuh cinta. “Benarkah oppa?” tanya Aura. Ia masih tidak percaya dengan semua ini.
Bagaikan mimpi.
“Iya Aura, kamu putri mimpiku, dan
aku adalah pangeran mimpimu,” jawab Rafa. Iamenatap mata
gadis cantik itu.
“Ehem, udah moment nembaknya nanti aja. Aku lapar nih,” ucap Naomi. Membuyarkan
moment mereka.
“Iya Naomiii,” jawab Rafa dan Aura
bersamaan.
Mereka bertiga akhirnya berbalik,
dan melangkah meninggalkan taman sekolah.
Cakeepp... Ada bakat niy bu inne jd novelis hehe...
BalasHapus